Senin, 12 Desember 2011

Perubahan Penyajian akun Kepentingan Nonpengendali (d/h Hak Minoritas), Reklasifikasi atau Bukan ?

Dalam proses penyusunan Laporan Keuangan Konsolidasi sesuai PSAK No. 4 , kita mengenal istilah Hak Minoritas (dalam PSAK versi lama) atau Kepentingan Non Pengendali menurut PSAK No. 4 (revisi 2009) yang merupakan ekuitas entitas anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung atau tidak langsung pada entitas induk.
PSAK No. 4 versi lama dalam paragraf 24 mengatur bahwa hak minoritas (minority interest) harus disajikan tersendiri dalam neraca konsolidasi antara kewajiban dan modal. Hak minoritas dalam laba disajikan tersendiri dalam laporan laba rugi konsolidasi. Sedangkan PSAK No. 4 (revisi 2009) dalam paragraf yang sama mengharuskan akun Kepentingan nonpengendali (d/h hak minoritas) disajikan di ekuitas dalam laporan posisi keuangan konsolidasian, terpisah dari ekuitas pemilik entitas induk.
Jika misalnya kita menerapkan PSAK No. 4 (revisi 2009) dalam proses penyusunan laporan konsolidasian tahun 2011 (komparatif dengan laporan keuangan 2010), maka dengan sendirinya kita harus merubah penyajian laporan komparasi tahun 2010 atas akun Kepentingan nonpengendali (d/h hak minoritas) tersebut. Yang menjadi pertanyaan, apakah perubahan tersebut digolongkan sebagai reklasifikasi pos laporan keuangan sehingga sesuai dengan pengaturan dalam PSAK No. 1(revisi 2009), kita harus menyajikan laporan posisi keuangan awal periode komparatif  ?
Paragraf 36 PSAK No. 1 (revisi 2009) mengatur antara lain jika entitas menerapkan kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali secara retrospektif atas pos-pos dalam laporan keuangan atau mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan, maka entitas menyajikan minimal tiga laporan posisi keuangan, dua laporan untuk tiap jenis laporan lainnya, dan catatan atas laporan keuangan. Entitas menyajikan laporan posisi keuangan pada :
  1. akhir periode berjalan,
  2. akhir periode sebelumnya (yang sama dengan awal periode berjalan), dan
  3. permulaan dari periode komparatif terawal
Kembali ke pertanyaan sebelumnya, apakah perubahan penyajian akun Kepentingan nonpengendali di Laporan Komparasi tahun 2010 yang sebelumnya disajikan antara kewajiban dan modal menjadi disajikan dalam ekuitas merupakan REKLASIFIKASI sehingga harus mengikuti ketentuan dalam paragraf 36 PSAK No. 1 (revisi 2009) tersebut ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, pada tanggal 13 September 2011 DSAK IAI telah menerbitkan Buletin Teknis 7 tentang Perubahan Penyajian Kepentingan Nonpengendali dan Dampaknya terhadap Periode Komparatif Laporan Keuangan.

Entitas Nirlaba dan Koperasi boleh menggunakan SAK ETAP ?

Pengaturan perlakuan akuntansi untuk entitas Koperasi dan Organisasi Nirlaba secara khusus diatur dalam PSAK Umum (PSAK non-ETAP) yaitu PSAK 27 mengenai Akuntansi Perkoperasian dan PSAK 45 mengenai Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba. Sedangkan standar akuntansi yang berlaku khusus untuk entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan yaitu SAK ETAP tidak mengatur mengenai akuntansi untuk entitas koperasi dan entitas nirlaba tersebut. Atau dengan kata lain, PSAK 27 dan PSAK 45 bukan merupakan bagian dari SAK ETAP.
Pertanyaan : melihat kondisi di atas, apakah entitas koperasi dan organisasi nirlaba dapat menerapkan SAK ETAP dalam pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangannya ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, DSAK IAI pada tanggal 11 Agustus 2011 telah menerbitkan Buletin Teknis 6 : Keterterapan SAK ETAP untuk Entitas Koperasi dan Entitas Nirlaba.
Dalam buletin teknis tersebut antara lain dijelaskan bahwa :
Dalam SAK ETAP Bab 1 tentang ruang lingkup mengatur bahwa entitas yang dapat menerapkan SAK ETAP adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement). Entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan jika bukan entitas yang telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau bukan entitas yang menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat.
Dalam SAK ETAP Bab 9 tentang kebijakan dan estimasi akuntansi dan kesalahan dinyatakan bahwa entitas yang menerapkan SAK ETAP, dalam mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi, untuk mempertimbangkan persyaratan dan panduan dalam SAK non-ETAP yang berhubungan dengan isu serupa dan terkait.
Berdasarkan pengaturan di atas, jika ada entitas koperasi dan entitas nirlaba yang memenuhi syarat untuk menerapkan SAK ETAP, maka entitas tersebut dapat menerapkan SAK ETAP.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk entitas koperasi dan organisasi nirlaba dapat menerapkan SAK ETAP jika telah memenuhi persyaratan sebagai entitas yang diperbolehkan untuk menggunakan SAK ETAP sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam SAK ETAP tersebut.

Selasa, 01 November 2011

MIA KONSULTAN: Peraturan tata cara kuasai reorganisasi dicabut 20...

MIA KONSULTAN: Peraturan tata cara kuasai reorganisasi dicabut 20...: Otoritas pasar modal memastikan akan mencabut peraturan Bapepam-LK Nomor IX.L.1 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kuasi Reorganisasi pada ...

Mencermati Dampak Kuasi Reorganisasi dan IFRS


Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) baru saja merilis Peraturan Nomor XK2 mengenai penyampaian laporan keuangan berkala emiten atau perusahaan publik, sebagai penyempurnaan dari peraturan sebelumnya.

Salah satu klausul beleid baru menyebutkan, emiten atau perusahaan publik yang efeknya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan bursa efek di negara lain, maka laporan keuangan berkala yang disampaikan kepada Bapepam-LK wajib memuat informasi yang sama dengan laporan keuangan berkala yang disampaikan kepada otoritas pasar modal di negara lain.

Dengan kata lain, terbitnya peraturan baru ini Bapepam-LK akan mendorong perusahaan publik untuk menerapkan International Financial Reporting Standard (IFRS). Hal ini sejalan dengan ketetapan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) yang akan menerapkan IFRS mulai 1 Januari 2012.

Langkah regulator untuk menggunakan IFRS sebagai acuan laporan keuangan sungguh positif. Dengan sistem ini, perusahaan di Indonesia bisa diperbandingkan dengan perusahaan lain di belahan dunia lain dengan standar dan parameter yang sama. Untuk menyongsong penerapan IFRS itu,kini banyak perusahaan di bursa yang berusaha untuk membenahi diri.

Salah satunya dengan membersihkan akun-akun di neraca keuangan agar menjadi positif melalui kuasi reorganisasi (Kuasi). Berdasarkan laporan Bapepam- LK,saat ini terdapat sekira 55 emiten yang masih mengalami saldo laba defisit. Besarannya cukup bervariasi dari yang puluhan miliar sampai puluhan triliun rupiah.

Tahun ini sudah ada dua perusahaan yang sukses menjalankan kuasi reorganisasi, yaitu PT Polycham Indonesia (Tbk) (ADMG) dan PT KMI Wire and Cable Tbk (KBLI). Dalam waktu dekat, PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) juga akan segera menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) untuk meminta persetujuan kuasi reorganisasi.

Sementara emiten lain seperti PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Indofarma Tbk (INAF), juga dalam proses untuk melaksanakan kuasi. Melihat besaran defisit senilai Rp38 triliun, rencana kuasi BNBR tentu memiliki magnet tersendiri. Dalam sejarah kuasi reorganisasi, penghapusan defisit paling besar pernah dilakukan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) senilai Rp168 triliun dan Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp53 triliun.

Berkat agenda kuasi pada 2003 itu, dua bank BUMN tadi kini makin sehat dan dominan dalam industri perbankan nasional. Hal yang sama kini juga tengah dilakukan oleh PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Perusahaan plat merah ini juga terlihat mengotot untuk menjalankan kuasi reorganisasi.

Rencana kuasi ini juga sudah menjadi janji manajemen Garuda ketika hendak menjajakan saham perdananya (initial public offering) awal tahun ini. Dengan saldo defisit sekira Rp6 triliun, GIAA juga akan kesulitan untuk menghapuskannya melalui cara-cara konvensional.

Peluang Investasi

Dalam pandangan saya, beberapa perusahaan yang akan menjalani kuasi reorganisasi tahun ini memiliki prospek usaha yang baik (going concern). Mereka juga memiliki peluang untuk menggaet pemodal-pemodal asing untuk menjadi partner bagi investasi. Peluang ini memang semakin membesar mengingat posisi Indonesia yang semakin strategis dalam perekonomian global.

Pertama, dalam jangka waktu satu tahun ke depan Indonesia diperkirakan bakal memasuki area investment grade. Posisi ini akan menempatkan Indonesia, beserta korporasi-korporasi di dalamnya sebagai target para investor global. Apalagi jika mereka memiliki sektor bisnis yang menarik dan sustainability dalam jangka panjang.

Dengan jumlah penduduk besar dan kaya sumber daya alam, korporasi-korporasi Indonesia memiliki value yang tinggi. Hal ini bisa kita lihat dari antusiasme investor asing di bursa terhadap saham-saham berbasis komoditas maupun ritel.

Kedua, bila kuasi bisa dilakukan dengan baik, para emiten bisa menerapkan IFRS. Hal ini juga bisa menjadi momentum untuk go international. Perusahaan seperti BNBR tentu memiliki kapasitas lebih dari cukup untuk tampil di bursa global. Terbukti, BNBR sudah berhasil menjalin kerja sama bisnis dengan keluarga Rothschild dalam Vallar Plc (kini Bumi Plc).

Peraturan tata cara kuasai reorganisasi dicabut 2012


Otoritas pasar modal memastikan akan mencabut peraturan Bapepam-LK Nomor IX.L.1 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kuasi Reorganisasi pada tahun depan.

Regulasi yang diterbitkan pada 2004 tersebut sampai sekarang belum pernah direvisi. Pencabutan akan dilakukan seiring penerapan konvergensi standar akuntansi internasional (International Financial Reporting Standards/IFRS) yang berlaku efektif per 1 Januari 2012.

Ketua Bapepam-LK Nurhaida mengatakan dengan diterapkannya standar akuntansi internasional yang menggunakan metode revaluasi aset berdasarkan IFRS maka metode kuasi reoganisasi tidak lagi relevan dilakukan.

"Dengan adanya revaluasi, peraturan kuasi Bapepam menjadi tidak lagi signifikan karena kalau sudah direvaluasi setiap tahun sebagaimana diwajibkan maka untuk kuasi tidak ada lagi porsi yang bisa diambil untuk men-set off defisit," katanya, pekan ini.

Dengan begitu, lanjutnya, keberadaan peraturan Bapepam yang mengatur tentang kuasi reorganisasi tidak lagi dibutuhkan sehingga perlu untuk dicabut. "Makanya tahun depan akan kami cabut peraturannya," tegasnya.

Kuasi reorganisasi merupakan upaya memperbaiki tampilan neraca keuangan tanpa melalui reorganisasi nyata (true reorganisation atau corporate restructuring), tetapi dengan menilai kembali akun aktiva dan kewajiban pada nilai wajar dan mengeliminasi saldo laba negatif.

Aturan kuasi sendiri sebenarnya merujuk pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 51 (revisi 2003) tentang Kuasi Reorganisasi yang juga akan dicabut per 1 Januari 2012. Namun dalam rangka membatasi aksi tersebut, Bapepam pun membuat aturan pelaksana yaitu peraturan No. XI.L.1. Dalam aturan pelaksana itu emiten yang akan menjalani kuasi diwajibkan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan dan prinsip akuntansi umum, dan mengalami saldo laba negatif yang material selama 3 tahun berturut-turut.

Emiten juga diwajibkan memberikan keterbukaan informasi ke Bapepam-LK meliputi neraca sebelum kuasi dan pendapat dari akuntan yang terdaftar di Bapepam-LK mengenai kesesuaian penerapan prosedur dan ketentuan dalam pelaksanaan kuasi.

Selain itu, jika modal disetor tidak mampu mengeliminasi saldo laba negatif, perseroan wajib menambah modalnya. Emiten juga wajib membuka informasi ke Bapepam-LK dan pemegang saham serta memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham.

Saat ini, sedikitnya 12 emiten berminat melakukan kuasi reorganisasi pada 2011, dan dua di antaranya yaitu PT Barito Pacific Tbk dan PT Bakrie & Brothers Tbk sudah menyampaikan dokumen rencana kuasinya kepada otoritas pasar modal.

Khusus untuk Barito, Kepala Biro Penilaian Kuangan Perusahaan Sektor Riil Bapepam LK Anis Baridwan mengungkapkan saat ini masih melakukan penelaahan atas dokumen yang disampaikan manajemen Barito.

"Mudah-mudahan enggak lama lagi, sekarang sedang dikaji dan masih di tempat saya," ungkapnya.(er)

Senin, 31 Oktober 2011

UU No 5 Tahun 2011 Akuntan Publik

http://www.ppajp.depkeu.go.id/remository/downloads/uuap5-2011bt.pdf

KAP Lokal dan Asing


Saat ini Kantor Akuntan Publik di Indonesia yang berafiliasi atau bekerja sama dengan Organisasi Audit Asing (OAA) atau Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA)adalah:

1. Abu Bakar Usman & Rekan, GMN International
2. Aryanto, Amir Jusuf, Mawar & Saptoto, RSM International
3. Drs. Chaeroni & Rekan, Affilica International
4. Doli, Bambang, Sudarmadji & Dadang, BKR International
5. Eddy Prakarsa Permana & Siddharta, Kreston International

6. Drs. F.X. Irwan Tanamas & Rekan, Midsell Group International
7. Ghazali, Sahat & Rekan, International Association of Practising Accountants (IAPA)
8. Hadori Sugiarto Adi & Rekan, HLB International
9. Drs. Hananta Budianto & Rekan, UHY International
10. Haryanto Sahari & Rekan, PricewaterhouseCoopers

11. Heliantono & Rekan, Masamitsu MAGAWA
12. Hendrawinata Gani & Hidayat, Grant Thornton International
13. Hertanto, Sidik & Rekan, Polaris International
14. Joachim Sulistyo & Rekan, The Leading Edge Alliance
15. Drs. Johan, Malonda, Astika & Rekan, Baker Tilly International

16. Johannes & Rekan, INAA Group
17. Kanaka Puradiredja, Suhartono, Nexia International
18. Kanto, Tony, Frans & Darmawan, AGN International
19. Kosasih, Nurdiyaman, Tjahyo & Rekan, Geneva Group International
20. Drs. Mulyamin Sensi Suryanto, Moore Stephens International Limited

21. Osman Bing Satrio & Rekan, Deloitte Touche Tohmatsu
22. Paul Hadiwinata, Hidajat, Arsono, Ade Fatma & Rekan, PKF International
23. Pieter, Uways & Rekan, Kingston Sorel International
24. Purbalauddin & Rekan, Enterprise Network Worldwide
25. Purwantono, Sarwoko & Sandjaja, Ernst & Young Global

26. Rama Wendra, Parker Randall International
27. Rasin, Ichwan & Rekan, Alliot Group
28. Riza, Wahono & Rekan, Clarkson Hyde International
29. S Mannan, Wahjudi & Rekan, Integra International
30. Drs. Safril Nahar & Rekan, Maclntyre Strater International Limited

31. Salaki & Salaki, Jeffreys Henry International Association
32. Drs. Santoso Harsokusumo, Irwan & Rekan, Horwarth International
33. Siddharta & Widjaja, KPMG International
34. Soejatna, Mulyana & Rekan, Padilla & Company LLP
35. Sugijadi, Kurdi & Riyono, IEC International

36. Sulaimin & Rekan, MSI Legal & Accounting Network
37. Syarief Basir & Rekan, Russell Bedford International
38. Tanubrata Sutanto & Rekan, BDO Global Coordination
39. Drs. Tasnim Ali Widjanarko & Rekan, Inpact Asia Pacific
40. Tjahjadi, Pradhono & Teramihardja, Morison International

41. Tjiendradjaja & Handoko Tomo, Mazars
42. Drs. Tommy Santoso, Anthony Kam & Co
43. Trisno, Hendang, Adams & Rekan, CAS & Associates
44. Wisnu B. Soewito & Rekan, CS International
45. Drs. J. Tanzil & Rekan, The International Group of Accounting Firms

Diolah dari Directory Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik 2010 yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) bekerja sama dengan Kementrian Keuangan Republik Indonesia Sekretariat Jenderal Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP)

Sekilas Revaluasi Aset berdasarkan PSAK 16 (Revisi 2007)

PSAK 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap saat ini sudah hampir sepenuhnya mengadopsi IAS 16 (2003) Property, Plant and Equipment.
Salah satu perubahan signifikan dari PSAK 16 (Revisi 2007) ini adalah mengenai revaluasi aset tetap. Dalam PSAK sebelumnya yaitu PSAK 16 (1994) mengenai Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain pada dasarnya mengharuskan penyajian aktiva tetap berdasarkan nilai perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Penilaian kembali atau revaluasi aktiva tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Keuangan menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah, dan dalam hal ini harus ada catatan ataupun penjelasan dalam laporan keuangan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan dalam penyajian aktiva tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan (PSAK 16 (1994) Par. 29).
Jadi, sebelum berlakunya PSAK 16 (Revisi 2007), jika perusahaan melakukan revaluasi aktiva tetap yang pada umumnya dilakukan berdasarkan ketentuan perpajakan, maka pada opini auditor harus ada catatan dan penjelasan tambahan berkaitan dengan hal tersebut.
Dengan mulai berlakunya PSAK 16 (Revisi 2007) sejak 1 Januari 2008, maka perusahaan diperbolehkan untuk memilih model pencatatan aset tetap (setelah pengakuan awal) apakah menggunakan model biaya ataupun model revaluasi, dan harus diterapkan terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.
Jika menggunakan model biaya, maka setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset (PSAK 16 (revisi 2007) par. 30). Model ini adalah seperti yang diterapkan sebagian besar perusahaan selama ini.
Sedangkan jika menggunakan model Revaluasi, maka setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup regular untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca (PSAK 16 (revisi 2007) par. 31).
Dalam paragraph 34 diatur lebih lanjut bahwa frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu aset tetap yang direvaluasi. Jika nilai wajar dari aset yang direvaluasi berbeda secara material dari jumlah tercatatnya, maka revaluasi lanjutan perlu dilakukan. Beberapa aset tetap mengalami perubahan nilai wajar secara signifikan dan fluktuatif, sehingga perlu direvaluasi secara tahunan. Revaluasi tahunan seperti itu tidak perlu dilakukan apabila perubahan nilai wajar tidak signifikan. Namun demikian, aset tersebut mungkin perlu direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali.
Paragraf 36 menjelaskan bahwa jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi.
Paragraf 39 dan 40 mengatur mengenai perlakuan pencatatan atas peningkatan ataupun penurunan jumlah tercatat aset akibat revaluasi sebagai berikut :
· Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung dikreditkan ke Ekuitas pada bagian Surplus Revaluasi. Namun kenaikan tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi sehingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laporan laba rugi (par. 39)
· Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut (par. 40).
PSAK 16 (1994) menggunakan istilah “Selisih Penilaian Kembali Aktiva Tetap” untuk membukukan selisih antara nilai revaluasi dengan nilai buku (nilai tercatat) aktiva tetap.
Jika perusahaan mengubah kebijakan akuntansi dari model biaya ke model revaluasi dalam pengukuran aset tetap maka perubahan tersebut berlaku prospektif. Hal ini diatur dalam paragraph 43 PSAK 16 (revisi 2007).
Ketentuan Transisi PSAK 16 (revisi 2007) mengatur bahwa :
· Perusahaan yang sebelum penerapan PSAK ini telah melakukan revaluasi aset tetap dan kemudian menggunakan model biaya sebagai kebijakan akuntansi pengukuran aset tetapnya, maka nilai revaluasi aset tetap tersebut dianggap sebagai biaya perolehan (deemed cost). Biaya perolehan tersebut adalah nilai pada saat PSAK ini diterbitkan (par. 83).
· Perusahaan yang sebelum penerapan PSAK ini pernah melakukan revaluasi aset tetap dan masih memiliki saldo selisih nilai revaluasi aset tetap, maka pada saat penerapan pertama kali PSAK ini harus mereklasifikasi seluruh saldo selisih nilai revaluasi aset tetap tersebut ke saldo laba. Hal tersebut harus diungkapkan.

Kamis, 27 Oktober 2011


Kami dari MIA KONSULTAN dikelola oleh komite manajemen yang terdiri dari beberapa personil, yang memiliki pengalaman dalam bidang jasa audit dan konsultasi serta bidang Bisnis lain seperti Perbankan. Sedangkan dalam menjalankan operasionalnya Managing Partner dibantu oleh para Partner yang bertanggung jawab untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Komite Pengawasan Mutu, sehingga memenuhi standar global guna memastikan para pengguna jasa memperoleh jaminan kualitas yang tinggi dengan membentuk Divisi Audit, Divisi Pendidikan, Divisi Konsultasi Manajemen, Divisi Perpajakan, Divisi Tehnologi Informasi serta Administrasi dan Keuangan.
Adapun jenis - jenis jasa yang kami tawarkan sebagai berikut:

1.
Jasa Audit
2. Jasa Perpajakan
3. Jasa Accounting Services
4. Jasa Konsultasi Manajemen
Untuk membicarakan lebih terinci mengenai:
1. Jasa-jasa tersebut diatas;
2. Cara kerja team;
3. Legalitas dan tanggung jawab hukum kami.

Dengan senang hati kami datang ke kantor bapak / ibu untuk melakukan presentasi dan berdiskusi. Sebagai bahan pertimbangan bagi bapak / ibu turut kami lampirkan Company Profile.

Perkembangan Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) di Indonesia

International Financial Reporting Standards (IFRS) menjadi trend topic yang hangat bagi
akuntan dan top manajemen pada perusahaan-perusahaan yang sudah terjun di Bursa Efek
global dan juga para akademisi serta para Auditor yang akan melakukan pemeriksaan pada
perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan IFRS tersebut. Maka pada tanggal 17-22
Januari 2011 telah diadakan Pelatihan Internasional “TOT” untuk IFRS dan Penyusunan
Kamus Akuntansi Indonesia yang diselenggarakan oleh Penelitian dan Pelatihan Ekonomika
dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Pada pelatihan tersebut ada banyak hal menarik yang disampaikan oleh para pembicara dari
anggota DSAK IAI dan akademisi UGM yaitu Dr. Setiyono, Kantor Akuntan Publik PWC
Djohan Pinnarwan, SE., BAP, dari Akademisi UGM yaitu Prof. Dr. Slamet Sugiri, MBA dan
Prof. Dr. Suwardjono, M Sc. Pada Pelatihan tersebut secara umum peserta yang berpartisipasi
sebagian besar adalah para akademisi dan staf akuntansi dan Auditor.
Sebelum membahas lebih detail tentang perkembangan di Indonesia, tentu kita akan bertanya
kenapa di Indonesia harus melakukan konvergensi IFRS? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut tentu tidak lepas dengan kepentingan global yaitu agar dapat meningkatkan daya
informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia disamping itu
Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20
forum, Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15 November
2008 secara prinsip-prinsip G20 yang dicanangkan sebagai berikut:
1. Strengthening Transparency and Accountability
2. Enhancing Sound Regulation
3. Promoting integrity in Financial Markets
4. Reinforcing International Cooperation
5. Reforming International Financial Institutions
1. Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia.
Pada periode 1973-1984, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang
kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
Pada periode 1984-1994, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan
kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994,
Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia
dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan
interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar
akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB.
Pada periode 1994-2004, ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan
Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk
menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar
akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk
menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS.
Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri.
Pada periode 2006-2008, merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai
tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara
berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses
revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April
2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun
2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh
IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua
standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai
akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33
standar.
Berikut adalah Roadmap konvergensi IFRS di Indonesia:
PSAK disahkan 23 Desember 2009:
1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan
Tersendiri
4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan
Kesalahan
8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
10.PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi
yang Dihentikan
Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:
1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas
Serupa
3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer
PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
1. PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi
Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan
Tol
2. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak
Piutang
3. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang
bermasalah
4. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42:
Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
5. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55
(1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing
PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:
1. PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
2. PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
3. PSAK 23 (2010): Pendapatan
4. PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
5. PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)
6. PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
7. ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri
Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010
1. ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
2. ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
3. ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
4. ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan
Interaksinya.
5. ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
6. ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai
Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
1. ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
2. ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
3. ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
4. ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham
Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
1. ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
2. ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
3. ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
4. ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas
Operasi
5. ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para
Pemegang Sahamnya
Kendala dalam harmonisasi PSAK ke dalam IFRS
1. Dewan Standar Akuntansi yang kekurangan sumber daya
2. IFRS berganti terlalu cepat sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih
dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut.
3. Kendala bahasa, karena setiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dan acapkali ini tidaklah mudah.
4. Infrastuktur profesi akuntan yang belum siap. Untuk mengadopsi IFRS banyak
metode akuntansi yang baru yang harus dipelajari lagi oleh para akuntan.
5. Kesiapan perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS.
6. Support pemerintah terhadap issue konvergensi.
Manfaat Konvergensi IFRS secara umum adalah:
a. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar
Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
b. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
c. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal
secara global.
d. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
e. Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain, mengurangi kesempatan
untuk melakukan earning management
1. Reklasifikasi antar kelompok surat berharga (securities) dibatasi
cenderung dilarang.
2. Reklasifikasi dari dan ke FVTPL, DILARANG
3. Reklasifikasi dari L&R ke AFS, DILARANG
4. Tidak ada lagi extraordinary items
II. GAAP VS IFRS:
Terdapat beberapa contoh perbedaan-perbedaan yang signifikan untuk diketahui,
sebagaimana yang akan dibahas berikut ini:
a. Statemen Posisi keuangan ( sesuai IAS 1 & IAS 32)
Karakteristik Umum Laporan Keuangan :
1. Penyajian wajar dan kepatuhan pada SAK, Manajemen membuat pernyataan secara
eksplisit dan tanpa kecuali tentang kepatuhan terhadap SAK dalam catatan atas
laporan keuangan.
2. Kelangsungan usaha.
3. Dasar akrual.
4. Materialitas dan agregasi, Kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan adalah
material jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan.
Materialitas tergantung pada ukuran dan sifat dari kelalaian atau kesalahan.
5. Saling hapus , Tidak diperkenankan untuk saling hapus atas aset dan liabilitas atau
pendapatan dan beban, kecuali disyaratkan / diijinkan oleh PSAK.
6. Frekuensi pelaporan Tahunan
7. Informasi komparatif, Untuk kuantitatif maupun naratif. Jika terdapat penerapan
retrospektif atau reklasifikasi, maka laporan posisi keuangan permulaan periode
komparasi terawal harus disajikan.
8. Konsistensi penyajian
Berikut adalah perubahan komponen Laporan Keuangan yang lengkap:
Menurut IAS 1 atau PSAK 1 :
• Laporan Posisi Keuangan
• Laporan Laba Rugi Komprehensif
• Laporan Perubahan Ekuitas
• Laporan Arus Kas
• Catatan Atas Laporan Keuangan
• Laporan Posisi Keuangan awal (dalam hal penyajian kembali atau reklasifikasi)
Jika dibandingkan dengan PSAK 1 yang lama (1998), komponennya adalah sebagai berikut:
• Neraca
• Laporan Laba Rugi
• Laporan Perubahan Ekuitas
• Laporan Arus Kas
• Catatan Atas L aporan Keuangan
Setelah diamati ada perubahan dalam istilah yaitu Neraca menjadi Laporan Posisi Keuangan,
Laporan Laba Rugi menjadi Laporan Laba Rugi Komprehensif, dan tambahan Laporan Posisi
Keuangan awal (dalam hal penyajian kembali atau reklasifikasi).
b. Aset Tetap, dari segi pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pelaporan.
Aset tetap telah diatur pada PSAK 16 atau dalam IAS 16, terkait dengan perbedaan dan
persamaan secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TOPIK GAAP IAS 16
Pengakuan
Aktiva tetap diakui sebesar biaya
perolehan.
Sama
penentuan cost
Biaya perolehan mencakup semua
pengeluaran, termasuk administrasi dan
pengeluaran overhead umum, langsung
untuk membawa aset ke kondisi kerja bagi
perusahaan
dimaksudkan digunakan.
Sama
Aktiva tetap disusutkan selama masa
manfaat.
Sama
Tidak ada petunjuk khusus yang
berhubungan dengan
penyusutan suatu aset tetap peralatan yang
idle dan aset tidak lancar yang dimiliki
untuk dijual tidak disusutkan.
Suatu aset tetap disusutkan
meskipun aset tersebut idle/tidak
digunakan. Namun, aset tidak
lancar yang dimiliki untuk dijual
tidak disusutkan.
Masa manfaat, nilai sisa dan metode
penyusutan ditinjau secara berkala dengan
alasan yang jelas.
Masa manfaat, nilai sisa dan
metode penyusutan harus direview
minimum setiap tanggal neraca
(tiap tahun) dengan alasan pola
konsumsi atau pemanfaatan
ekonomi atas aset tersebut.
Perubahan pada masa manfaat suatu aktiva
dicatat
prospektif sebagai perubahan estimasi
akuntansi.
Sama
Ketika suatu aset tetap terdiri dari
komponen individu yang berbeda metode
atau tarif penyusutan yang sesuai, masingmasing
komponen dicatat secara terpisah
(komponen
akuntansi).
sama
Revaluasi
Umumnya, aset tetap tidak dapat dinilai
kembali ke fair value kecuali jika penilaian
kembali dilakukan berdasarkan peraturan
pemerintah.
Aktiva tetap dapat dinilai kembali
untuk fair value jika semua item di
kelas yang sama dinilai kembali
pada waktu yang sama dan
revaluasi disimpan up-to-date.
Impairment
Tidak ada panduan khusus tentang apakah
kompensasi atas kerugian atau penurunan
nilai dapat di-offset terhadap nilai tercatat
aktiva yang hilang atau
penurunan nilai.
Kompensasi atas kerugian atau
penurunan nilai tidak dapat offset
terhadap nilai tercatat aktiva yang
hilang atau turun.
Disposal
Keuntungan atau kerugian yang timbul dari
penghentian atau pelepasan suatu aktiva
tetap diakui sebagai keuntungan atau
kerugian dalam laporan laba rugi
Sama
c. Investasi Jangka Panjang pada Instrument Utang dan Ekuitas
Sebagaimana diatur dalam IAS 32 & 39 dan IFRS 7 & 9, maka secara ringkas dapat dilihat
pada perbedaan dan persamaan IFRS dengan GAAP, yaitu sebagai berikut:
1. IFRS dan GAAP untuk debt securities memiliki perlakuan akuntansi yang sama
2. IFRS dan GAAP menggunakan pengujian yang sama untuk menentukan apakah
methode equity digunakan yaitu berdasarkan pengaruh yg signifikan dg patokan lebih
dari 20% kepemilikan.
3. Reklasifikasi securities adalah sama antar keduanya.
4. Dasar konsolidasi, IFRS dan GAAP mendasarkan pada persentasi kepemilikan (50%)
5. IFRS dan GAAP sama dalam akuntansi untuk pemilihan Fair Value yaitu pilihan
menggunakan fair value harus dilakukan di awal pengakuan.
6. GAAP tidak mengizinkan reversal untuk beban impairment yang telah terjadi untuk
“available for sale debt and equity securities”.
7. IFRS tidak mengizinkan hal yg sama untuk “available for sale equity ”, namun
mengizinkan reversal untuk “available for sale debt securities” dan “held-tomaturity
securities”.
d. Laporan Keuangan Konsolidasian
Laporan keuangan konsolidasi menurut IFRS dan PSAK no 4 (revisi 2009) dan
perbedaannya dengan laporan keuangan konsolidasi menurut PSAK lama dan US GAAP
secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Materi/Hal GAAP IFRS
1 Teori konsolidasi
yang mendasari
Hal ini
mempengaruhi:
Teori perusahaan induk Teori entitas
pemaka
i utama laporan
keuangan
konsolidasi
Pemegang saham perusahaan
induk
Penyesu
aian dan
eliminasi
Pemegang saham entitas
konsolidasi (induk dan NCI)
Terbatas pada hak induk
(proporsional)
Baik hak induk maupun non
controlling interest
-
Perlakuan
terhadap laba
(rugi) hak
pemegang saham
minoritas
Biaya Bagian laba untuk NCI
-
Perlakuan
terhadap hak
pemegang saham
minoritas
(neraca)
Sebagai hutang Sebagai bagian ekuitas
2 Beberapa istilah
yang dipakai
Majority interest (hak
pemegang saham mayoritas)
Controlling interest
Minority interest Non Controlling interest
3 Dasar penyajian
aktiva dan hutang
perusahaan anak
Hak induk disajikan berdasar
nilai wajar sedangkan hak
PSM berdasar nilai buku
Semua berdasar nilai wajar
4 Gooodwill
-
Pengakuan
goodwill
Hanya mengakui goodwill hak
induk
Ada 2 pilihan yaitu (1) hanya
mengakui goodwill hak induk
(propor-sional) atau (2)
mengakui goodwill secara total.
-
Perlakuan
terhadap goodwill
Subyek amortisasi Bukan subyek amortisasi tetapi
subyek analisis penurunan nilai
(impairment analysist)
Terkait dengan pembahasan topik-topik lainnya, akan dibahas selanjutnya
dikesempatan yang berbeda.
III. Contoh Laporan Keuangan
Berikut adalah contoh penyajian laporan keuangan setelah IFRS:
a. Laporan Posisi Keuangan

b. Laporan Laba Rugi Komprehensif

Untuk pemperkaya keilmuan tentang IFRS dan lainnya, para pembaca yang ingin belajar
lebih banyak dan lengkap, Anda dapat mempelajari IFRS dan ED PSAK dari sumber-sumber
terpercaya yaitu:
 www.iasb.org
 www.iasplus.com
 www.iaiglobal.or.id .
 www.ifac.org
Semoga bermanfaat,
Kontributor: imam
Sumber : tulisan ini diolah berdasarkan materi yang disampaikan pembicara dalam TOT
tersebut dan hasil diskusi peserta TOT.

Senin, 24 Oktober 2011

Road Map Konvergensi IFRS, sudah sejauh mana perjalanan kita ?

IFRS merupakan kesepakatan global standar akuntansi yang didukung lebih dari 100 negara dan badan-badan internasional di dunia. IAI pada tanggal 23 Desember 2008 telah mencanangkan konvergensi PSAK ke IFRS secara penuh pada tahun 2012.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka sejak Januari 2009 DSAK IAI mulai disibukkan dengan program kerja yang padat untuk merevisi PSAK agar secara material telah sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009.
Sesuai dengan program kerjanya, ada 29 Standar Akuntansi Keuangan yang masuk dalam program konvergensi IFRS yang dicanangkan DSAK IAI tahun 2009 dan 2010 yaitu 12 Standar untuk tahun 2009 serta 17 Standar untuk tahun 2010.
Menurut catatan saya, sejak Januari 2009 sampai dengan pertengahan Juli 2010, DSAK IAI telah mengesahkan 15 PSAK Umum, 1 PSAK ETAP, 7 ED PSAK, 7 ISAK, 3 ED ISAK dan 4 PPSAK (tabel rangkuman ED PSAK, ISAK dan PPSAK serta pengesahannya dapat di download di sini).
Di antara beberapa ED PSAK yang sampai saat ini belum disahkan, terdapat satu ED PSAK yang menggantikan ED PSAK yang sebelumnya telah diterbitkan, yaitu ED PSAK 60 (Revisi 2010) Instrumen Keuangan : Pengungkapan yang diterbitkan pada tanggal 22 Mei 2010 menggantikan ED PSAK 31 (Revisi 2009) Instrumen Keuangan : Pengungkapan yang terbit pada bulan Desember 2008.
Banyaknya standar akuntansi keuangan yang telah maupun dalam tahap pengesahan menjadi PSAK sesuai dengan program konvergensi IFRS menjadi tantangan yang cukup berat bagi publik dan memerlukan persiapan dari praktisi akuntan publik, akuntan manajemen, akademisi, regulator serta profesi pendukung lainnya seperti aktuaris dan penilai.
Seperti yang disampaikan oleh Ketua DSAK IAI Rosita Uli Sinaga pada acara seminar dan public hearing ED PSAK beberapa waktu yang lalu bahwa pelaksanaan program konvergensi IFRS ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi publik sehingga perlu sedini mungkin mengantisipasi implementasi dari program konvergensi IFRS tersebut.
Akuntan publik harus segera mengupdate pengetahuannya dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. Akuntan Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan akuntan manajemen, melakukan gap analysis dan menyusun road map konvergensi.
Sedangkan bagi para akuntan akademis/universitas diharapkan mengupdate pengetahuan para akademis, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait serta memberikan input/komentar terhadap ED dan Discussion Papers yang diterbitkan oleh DSAK IAI maupun IASB.
Pihak regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi yang terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuangan seperti penilai dan aktuaris.
Dengan adanya standar global melalui program konvergensi IFRS tersebut memungkinkan keterbandingan dan pertukaran informasi secara universal sehingga dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan perusahaan yang ada di Indonesia karena penyajian laporan keuangannya sudah menggunakan bahasa akuntansi yang dapat dipahami dan diterima oleh dunia internasional.
Manfaat dari program konvergensi IFRS diharapkan akan mengurangi hambatan-hambatan investasi, meningkatkan transparansi perusahaan, mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan mengurangi cost of capital. Sementara tujuan akhirnya laporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK nantinya hanya akan memerlukan sedikit rekonsiliasi untuk menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan IFRS.
Ketua Tim Implementasi IFRS-IAI, Dudi M. Kurniawan menyatakan dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus, yaitu (1) meningkatkan kualitas SAK, (2) mengurangi biaya SAK, (3) meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan, (4) meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan, (5) meningkatkan transparansi keuangan, (6) menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal, (7) meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
Untuk membantu kelancaran program konvergensi IFRS, IAI sudah membentuk Tim Implementasi IFRS yang akan membantu mensosialisasikan Exposure Draft yang sudah dikeluarkan DSAK IAI serta untuk mengatasi permasalahan/isu yang berkembang di masyarakat sehubungan dengan rencana implementasi IFRS tahun 2012.
Melihat begitu banyaknya ED PSAK yang telah diterbitkan dan disahkan menjadi PSAK oleh DSAK IAI sejak Januari 2009 sampai dengan saat ini, dengan sendirinya kita dapat menilai bahwa IAI benar-benar serius untuk dapat mencapai target full compliance dengan IFRS pada Januari 2012 nanti.

Dalam rangka konvergensi dengan IFRS, DSAK-IAI kembali melakukan public hearing

Dalam rangka menyelesaikan konvergensi IFRS 2012, DSAK-IAI (Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia) kembali melaksanakan public hearing 8 produk DSAK kemarin, 24 November 2009 di Jakarta. Delapan produk tersebut termasuk 4 buah PSAK yang mengacu ke standar akuntansi internasional IFRS/IAS (International Financial Reporting Standards/International Accounting Standard), 2 Interpretasi SAK (ISAK) dan 2 pernyataan pencabutan beberapa PSAK dan ISAK yang berpotensi overlapping dengan penerapan PSAK 50/55 tahun 2010. Rangkaian public hearing ini hanya berjarak kurang lebih sebulan dari public hearing akbar sebelumnya pada tanggal 13 Oktober lalu dimana DSAK-IAI memaparkan 12 produk DSAK yang dikeluarkan bersamaan.
Public hearing tersebut dihadiri 250 orang perwakilan dari BUMN, emiten, kantor akuntan publik dan akademisi. Salah satu peserta dari BUMN menyambut baik PSAK 10 Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing yang menyatakan bahwa mata uang pelaporan sedapat mungkin sama dengan mata uang fungsional. Di dalam PSAK 10 tidak disebutkan bahwa mata uang fungsional harus rupiah. BUMN tersebut di dalam kegiatan bisnis sehari-harinya lebih banyak menggunakan US Dolar daripada rupiah. Namun penggunaan mata uang fungsional selain rupiah terbentur dengan peraturan perpajakan yang mengatakan bahwa sebuah perusahaan harus mendapatkan ijin dari Departemen Keuangan apabila ingin memakan mata uang fungsional selain rupiah. BUMN tersebut sudah dua kali meminta ijin ke Departemen Keuangan namun tidak diluluskan.
Terkait dengan harmonisasi peraturan perpajakan dengan standar Akuntansi, Rosita Uli Sinaga sebagai ketua DSAK mengatakan bahwa hal tersebut memang sudah menjadi agenda kerja DSAK untuk melakukan pertemuan dengan otoritas pepajakan.
PSAK 4 mengenai laporan keuangan konsolidasian dan laporan keuangan tersendiri banyak mendapatkan tanggapan dari para peserta. PSAK 4 yang mengacu ke IAS 27 tidak mengadopsi keseluruhan persyaratan IAS 27. Di dalam IAS 27 perusahaan induk boleh tidak membuat laporan konsolidasi dan hanya membuat laporan keuangan tersendiri dengan beberapa persyaratan tertentu. Namun pilihan ini tidak diadopsi oleh DSAK, sehingga dalam PSAK 4 perusahaan induk boleh membuat laporan keuangan tersendiri namun laporan itu menjadi informasi tambahan di dalam laporan keuangan konsolidasi dan bukan laporan keuangan yang berdiri sendiri. Posisi yang diambil oleh DSAK ini mendapatkan pertanyaan apakah ini bukan berarti penyimpangan dari IFRS. Pendapat ini ditanggapi oleh Rosita bahwa keputusan ini tidak membuat Indonesia menyimpang dari IFRS karena Indonesia tidak bertentangan dengan IFRS namun hanya mengurangi pilihan yang diijinkan oleh IFRS. Dengan kata lain Indonesia malah menetapkan persyaratan yang lebih ketat dibandingkan dengan IFRS.
Rosita yang mempresentasikan PSAK 4 menjelaskan bahwa PSAK ini mensyaratkan perusahaan induk melakukan konsolidasi apabila perusahaan memiliki kontrol terhadap perusahaan anak dan bukan semata-mata dari persentase kepemilikan saham atas perusahaan anak. Sehingga dapat saja terjadi suatu perusahaan yang dimiliki beberapa perusahaan tidak dikonsolidasi oleh siapapun karena tidak ada satupun investor yang memiliki kontrol namun beberapa investor hanya memiliki pengaruh signifikan. Suatu perusahaan induk dapat pula tidak mengonsolidasi perusahaan anaknya walaupun memiliki kepemilikan lebih dari 50% bila terbukti perusahaan induk tersebut tidak memiliki kontrol terhadap perusahaan anak.
Salah satu anggota DSAK lain, Jumadi yang mempresentasi PSAK 48 Penurunan Nilai Aset juga menerangkan tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan terkait dengan alokasi goodwill ke unit penghasil kas dan bagaimana cara melakukan penurunan nilainya. Menurut Jumadi PSAK 48 ini sangat berkaitan dengan PSAK 22 Kombinasi Bisnis yang juga direncanakan exposure draft revisinya akan keluar pada akhir tahun atau awal tahun ini.
Ahmadi Hadibroto, ketua Dewan Pengurus Nasional IAI menyampaikan bahwa konvergensi IFRS ini harus didukung oleh semua pihak mengingat akan banyak sekali PSAK baru yang akan dikeluarkan oleh DSAK-IAI sampai pertengahan tahun 2010. Ahmadi juga menambahkan bahwa IAI sudah membentuk Tim Implementasi IFRS yang akan membantu mensosialisasikan Exposure Draft yang sudah dikeluarkan DSAK serta untuk mengatasi permasalahan/isu yang terjadi di publik sehubungan dengan rencana implementasi IFRS 2012.
Public hearing ditutup dengan penegasan ketua DSAK, Rosita Uli Sinaga bahwa DSAK akan mensahkan exposure draft yang sudah dikeluarkan menjadi PSAK sebelum akhir tahun 2010 untuk berlaku efektif tahun 2011.
Untuk itu komentar dari publik ditunggu secepatnya agar DSAK dapat mempelajari masukan dan kesiapan publik dalam menerapkan standar-standar baru tersebut. Rosita juga menambahkan bahwa DSAK-IAI kemungkinan besar akan melaksanakan satu public hearing lagi pada pertengahan bulan Desember nanti.

Program Konvergensi IFRS tahun 2009

Pada tanggal 15 Pebruari 2009 kemarin, Ikatan Akuntan Indonesia melalui situs resminya di :  www. iaiglobal.or.id telah menginformasikan program konvergensi IFRS tahun 2009.
Dalam rangka mencapai program konvergensi IFRS secara penuh pada tahun 2012, maka Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) mengagendakan untuk mengadopsi 18 IFRS/IAS di tahun 2009, yaitu:
  1. IFRS 2 Share-based payment
  2. IFRS 3 Business combination
  3. IFRS 4 Insurance contracts
  4. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
  5. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources
  6. IFRS 7 Financial instruments: disclosures
  7. IFRS 8 Segment reporting
  8. IAS 1 Presentation of financial statements
  9. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates
  10. IAS 12 Income taxes
  11. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates
  12. IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans
  13. IAS 27 Consolidated and separate financial statements
  14. IAS 28 Investments in associates
  15. IAS 31 Interests in joint ventures
  16. IAS 36 Impairment of assets
  17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets
  18. IAS 38 Intangible assets
Untuk merealisasikan program tersebut, DSAK telah membentuk empat tim kerja yang bertugas menyusun draft awal standar. Tim ini akan melibatkan partisipasi berbagai kalangan termasuk akademisi, praktisi dan regulator. Pencapaian dan pembahasan PSAK  tiap tim kerja akan senantiasa dikoordinasikan kepada seluruh anggota DSAK secara rutin dan komprehensif. Pihak-pihak yang terkait secara langsung dengan IFRS/IAS yang akan diadopsi juga akan dilibatkan.
Untuk itu, sedang disusun program kerja teknis pelaksanaan forum/group discussion untuk mensosialisasikan materi IFRS yang akan diadopsi serta untuk mendapatkan masukan dari stakeholders terkait.

Peluncuran beberapa ED PSAK baru serta pencabutan Standar Akuntansi Koperasi dan Ekuitas

Pada tanggal 18 Nopember 2010 kemarin, bertempat di Graha Niaga, Financial Hall Jakarta, DSAK-IAI telah melakukan paparan publik (public hearing) atas 7 (tujuh) Exposure Draft (ED) produk DSAK yaitu berupa 2 PSAK yang merupakan adopsi dari IFRS/IAS, 2 Interpretasi SAK (ISAK) yang mengacu ke SIC/IFRIC serta 3 Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK).
Adapun ED PSAK, ISAK dan PPSAK dimaksud adalah :
  1. ED PSAK 34 (revisi 2010) : Kontrak Konstruksi
  2. ED PSAK 45 (revisi 2010) : Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba
  3. ED ISAK 19 : Penerapan Pendekatan Penyajian Kembali dalam PSAK 63 Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
  4. ED ISAK 21 : Perjanjian Konstruksi Real Estate
  5. ED PPSAK 6 : Pencabutan PSAK 21 : Akuntansi Ekuitas, ISAK 1 : Penentuan Harga Pasar Dividen, ISAK 2 : Penyajian Modal dalam Neraca dan Piutang kepada Pemesan Saham, ISAK 3 : Akuntansi atas Pemberian Sumbangan atau Bantuan
  6. ED PPSAK 7 : Pencabutan PSAK 44 Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat
  7. ED PPSAK 8 : Pencabutan PSAK 27 Akuntansi Koperasi
Seperti yang dijelaskan dalam publikasi tanggal 22 November 2010 di website IAI (www.iaiglobal.or.id), untuk ED PSAK 34 (revisi 2010) secara umum tidak ada perbedaan yang substansial dengan PSAK 34 (1994) Akuntansi Kontrak Konstruksi. Perubahan hanya terjadi pada konsep biaya, yaitu atribusi dan alokasi biaya ke kontrak dan elemen biaya yang dibebankan kepada pelanggan.
Untuk ED PSAK 45 (revisi 2010) juga tidak terjadi perubahan yang signifikan, hanya terdapat penambahan pernyataan bahwa PSAK 45 (revisi 2010) dapat digunakan oleh lembaga pemerintah dan unit sejenisnya sepanjang tidak bertentangan dengan perundang-undangan.
Sedangkan untuk ED ISAK 21 : Perjanjian Konstruksi Real Estate mengadopsi seluruh pengaturan dalam IFRIC 15 Agreement for the Construction of Real Estate per 1 Januari 2009. ED ISAK 21 ini akan menggantikan PSAK 44 Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estate yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan ED PPSAK 7.
Pencabutan PSAK 21 Akuntansi Ekuitas, PSAK 44 Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat, PSAK 27 Akuntansi Koperasi serta ISAK 1, ISAK 2 dan ISAK 3 dilakukan DSAK-IAI dengan alasan terutama karena sebagai dampak dari program konvergensi ke IFRS/IAS yang mengakibatkan perlunya pencabutan SAK yang sudah diatur dalam SAK lain.

Sekilas Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU)

Technorati Tags: ,,
Laporan keuangan adalah suatu asersi yang disusun berdasarkan suatu standar atau kriteria yang diterima secara umum dalam praktek bisnis (generally accepted). Suatu pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) diterima secara umum apabila telah melalui suatu mekanisme yang disebut public hearing untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat.
Draft PSAK harus dapat diterima oleh berbagai pihak yang berkepentingan dan dikeluarkan oleh suatu lembaga atau institusi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan dari masyarakat. Di Indonesia, institusi tersebut adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Komponen-komponen masyarakat yang berkepentingan atas prinsip akuntansi tersebut terdiri dari banyak pihak, yakni kalangan akademis, analis pasar modal, pemerintah, pengusaha, karyawan dan lain-lain. Otoritas atau lembaga pemerintah yang paling berkepentingan adalah pihak BAPEPAM, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dan Dirjen Pajak.
Apa-apa saja yang dapat dianggap sebagai bagian dari Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) ? Banyak praktisi dan akademis memandang sempit prinsip akuntansi dengan menganggap bahwa SAK adalah satu-satunya PABU. Perlu diketahui bahwa SAK adalah bagian kecil dari PABU.
SAK yang ada sekarang dikeluarkan oleh IAI melalui suatu organ yang kita kenal dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). Dewan ini bertugas untuk menyusun draft standar akuntansi keuangan yang akan diberlakukan. Draft tersebut terlebih dahulu didiskusikan dengan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK) untuk kemudian dikeluarkan draft-nya. Bila telah diperoleh masukan, dilakukan sosialisasi (public hearing) untuk memperoleh masukan lebih banyak lagi dari masyarakat luas (pemakai laporan keuangan). Selanjutnya, bila tidak ada masalah lagi, maka IAI akan mengesahkan standar tersebut dan diberlakukan secara efektif.
Berbeda dengan di Indonesia, Amerika Serikat mendirikan badan penyusun standar akuntansi yang berada di luar asosiasi profesi. Badan ini adalah Financial Accounting Standards Board (FASB) yang tidak berada di bawah AICPA melainkan di bawah Financial Accounting Foundation (FAF). Badan ini berwenang penuh dalam menentukan standar akuntansi yang akan ditetapkan.
Sejak dilakukan pengadopsian IAS/IFRS menjadi SAK terjadi perubahan yang signifikan terhadap praktek pelaporan keuangan di Indonesia. Perubahan itu menuntut para praktisi akuntansi untuk selalu mempelajari perkembangan dan perubahan-perubahan standar akuntansi keuangan yang berkembang sangat cepat.
Sampai dengan saat ini, DSAK-IAI sedang dalam proses konvergensi (full adoption) PSAK dengan IFRS dengan rencana-rencana ke depan sebagai berikut :
· Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;
· Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;
· Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik.
Penyajian Laporan Keuangan berdasarkan PSAK No.1 (Revisi 1998)
Laporan keuangan yang lengkap terdiri atas komponen-komponen berikut ini : Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas serta Catatan Atas Laporan Keuangan.
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan adalah :
1. Laporan keuangan harus disusun berdasarkan asumsi kelangsungan usaha (going concern)
2. Perusahaan harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan arus kas
3. Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten kecuali (a) terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi perusahaan atau perubahan penyajian akan menghasilkan penyajian yang lebih tepat atas suatu transaksi atau peristiwa, atau (b) perubahan tersebut diperkenankan oleh PSAK
4. Pos-pos yang material disajikan terpisah dalam laporan keuangan, sedangkan yang tidak material digabungkan dengan jumlah yang memiliki sifat atau fungsi sejenis
5. Aset, kewajiban, pos-pos penghasilan dan beban disajikan secara terpisah kecuali saling hapus diperkenankan dalam PSAK
6. Informasi kuantitatif harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya, kecuali dinyatakan lain oleh PSAK.
Dalam paragraf 6 PSAK No. 1 dijelaskan bahwa manajemen perusahaan bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan perusahaan.
Di Indonesia terjadi kerancuan dalam praktek penyusunan laporan keuangan dimana laporan keuangan yang diserahkan kepada auditor eksternal biasanya tidak disajikan secara lengkap. Yang diserahkan kepada auditor eksternal adalah neraca dan laporan laba rugi. Laporan arus kas, perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan biasanya disusun oleh auditor eksternal, sehingga orang awam memandang penyusunan laporan keuangan adalah tanggung jawab auditor eksternal.
Hal tersebut dapat dilihat dari keseragaman penyajian laporan keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan yang sama. Praktek ini merupakan penyimpangan yang telah lama ditoleransi.
Tulisan ini merupakan kutipan dari artikel berjudul “Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Berdasarkan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum” oleh Marisi P. Purba (Anggota Tim DRM-IAI KAP) serta PSAK No. 1 mengenai Penyajian Laporan Keuangan (Hrd).

Apa saja yang harus diperhatikan auditor sebelum menerima suatu perikatan audit ?

Tulisan berikut ini memaparkan hal-hal yang harus menjadi perhatian auditor sebelum menerima suatu perikatan audit agar tidak timbul kesalahan interpretasi akan pekerjaan audit baik dari pihak auditor, klien maupun pihak lain yang berkepentingan, seperti yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 310 (PSA No. 05) mengenai Penunjukan Auditor Independen.
Penunjukan auditor independen secara dini akan memberikan banyak manfaat bagi auditor maupun klien, diantaranya adalah lebih banyak waktu bagi auditor untuk merencanakan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan efisien serta dapat menentukan seberapa jauh pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca.
Walaupun penunjukan dini lebih baik, auditor independen dapat menerima perikatan pada saat mendekati atau setelah tanggal neraca. Dalam hal ini, sebelum menerima perikatan, auditor harus yakin apakah kondisi seperti itu memungkinkan ia melaksanakan audit secara memadai dan memberikan pendapatan wajar tanpa pengecualian.
Jika kondisi tersebut tidak memungkinkan auditor untuk melakukan audit secara memadai dan untuk memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian, ia harus membahas dengan klien tentang kemungkinan ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau tidak memberikan pendapat.
Dalam paragraf 05 diatur bahwa auditor harus membangun pemahaman dengan klien tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman tersebut mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak lain, baik di pihak auditor maupun klien.
Adapun pemahaman yang harus dibangun auditor harus mencakup tujuan perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor dan batasan perikatan.
Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas kerjanya, lebih baik dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien.
Jika auditor yakin bahwa pemahaman dengan klien belum terbentuk, ia harus menolak untuk menerima atau menolak untuk melaksanakan perikatan.
Paragraf 06 mengatur mengenai hal-hal yang secara umum harus tercakup dalam proses pemahaman dengan klien tentang audit atas laporan keuangan :
1. Tujuan audit adalah untuk menyatakan suatu pendapat atas laporan keuangan
2. Manajemen bertanggung jawab untuk membangun dan mempertahankan pengendalian intern yang efektif terhadap pelaporan keuangan
3. Manajemen bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan menjamin bahwa entitas mematuhi peraturan perundangan yang berlaku terhadap aktivitasnya
4. Manajemen bertanggung jawab untuk membuat semua catatan keuangan dan informasi yang berkaitan tersedia bagi auditor
5. Pada akhir perikatan, manajemen akan menyediakan suatu surat bagi auditor (surat representasi kien) yang menegaskan representasi tertentu yang dibuat selama audit berlangsung.
6. Auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (sekarang Institut Akuntan Publik Indonesia).
7. Suatu audit mencakup pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern yang cukup untuk merencanakan audit dan untuk menentukan sifat, saat, dan luasnya prosedur audit yang harus dilaksanakan.
Dalam praktek, hal-hal tersebut biasanya tercakup dalam surat perikatan (engagement letter) yang diberikan oleh auditor kepada klien.
Selain hal-hal tersebut diatas, pemahaman pekerjaan audit dengan klien juga mencakup hal-hal lain seperti berikut ini :
1. Pengaturan mengenai pelaksanaan perikatan (contohnya waktu, bantuan klien berkaitan dengan pembuatan jadwal pelaksanaan pekerjaan audit, dan penyediaan dokumen)
2. Pengaturan tentang keikutsertaan spesialis atau auditor intern, jika diperlukan
3. Pengaturan tentang keikutsertaan auditor pendahulu
4. Pengaturan tentang fee dan penagihan
5. Adanya pembatasan atau pengaturan lain tentang kewajiban auditor atau klien, seperti ganti rugi kepada auditor untuk kewajiban yang timbul dari representasi salah yang dilakukan dengan sepengetahuan manajemen kepada auditor
6. Kondisi yang memungkinkan pihak lain diperbolehkan untuk melakukan akses ke kertas kerja auditor
7. Jasa tambahan yang disediakan oleh auditor berkaitan dengan pemenuhan persyaratan badan pengatur
8. Pengaturan tentang jasa lain yang harus disediakan oleh auditor dalam hubungannya dengan perikatan.

Kebijakan Penentuan Fee Audit

Pada tanggal 2 Juli 2008 kemarin, Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan No. KEP.024/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit.
Surat Keputusan ini diterbitkan dengan tujuan sebagai panduan bagi profesi Akuntan Publik maupun Kantor Akuntan Publik dalam menetapkan fee audit.
Dalam bagian Lampiran 1 dijelaskan bahwa panduan ini dikeluarkan sebagai panduan bagi seluruh Anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (‘Anggota’) yang menjalankan praktek sebagai akuntan publik dalam menetapkan besaran imbalan yang wajar atas jasa professional yang diberikannya. Panduan ini harus dibaca dalam hubungannya dengan Kode Etik Profesi, khususnya yang berkaitan dengan Independensi dan Imbalan Jasa Profesional.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa panduan ini dimaksudkan untuk membantu Anggota dalam menetapkan imbalan jasa yang wajar sesuai dengan martabat profesi akuntan publik dan dalam jumlah yang pantas untuk dapat memberikan jasa sesuai dengan tuntutan standar profesional akuntan publik yang berlaku. Imbalan jasa yang terlalu rendah atau secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditor/akuntan pendahulu atau diajukan oleh auditor/akuntan lain, akan menimbulkan keraguan mengenai kemampuan dan kompetensi Anggota dalam menerapkan standar teknis dan standar profesional yang berlaku.
Dalam menetapkan imbalan jasa (fee) audit, Akuntan Publik harus memperhatikan tahapan-tahapan pekerjaan audit, sebagai berikut :
a. Tahap perencanaan audit antara lain : pendahuluan perencanaan, pemahaman bisnis klien, pemahaman proses akuntansi, pemahaman struktur pengendalian internal, penetapan risiko pengendalian, melakukan analisis awal, menentukan tingkat materialitas, membuat program audit, risk assessment atas akun, dan fraud discussion dengan management.
b. Tahap pelaksanaan audit antara lain : pengujian pengendalian internal, pengujian substantif transaksi, prosedur analitis, dan pengujian detail transaksi.
c. Tahap pelaporan antara lain : review kewajiban kontijensi, review atas kejadian setelah tanggal neraca, pengujian bukti final, evaluasi dan kesimpulan, komunikasi dengan klien, penerbitan laporan audit, dan capital commitment.
Selain itu, dalam menetapkan fee audit, Akuntan Publik harus juga mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kebutuhan klien
b. Tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties)
c. Independensi
d. Tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan
e. Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan, dan
f. Basis penetapan fee yang disepakati.
Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan, nilai jasa yang diberikan bagi klien atau bagi kantor akuntan publik yang bersangkutan.
Dalam hal imbalan jasa tidak dikaitkan dengan banyaknya waktu pengerjaan, Anggota harus menyampaikan Surat Perikatan (Engagement Letter) yang setidaknya memuat : (1) tujuan, lingkup pekerjaan serta pendekatan dan metodologinya; dan (2) basis penetapan dan besaran imbalan jasa (atau estimasi besaran imbalan jasa) serta cara dan/atau termin pembayarannya.
Anggota diharuskan agar selalu : (1) memelihara dokumentasi lengkap mengenai basis pengenaan imbalan jasa yang disepakati; dan (2) menjaga agar basis pengenaan imbal jasa yang disepakati konsisten dengan praktek yang lazim berlaku.
Untuk mempertahankan independensinya, Anggota sudah harus menerima imbal jasa atas pekerjaan yang telah dilakukannya sebelum memulai pekerjaan untuk periode berikutnya.
Anggota tidak diperkenankan menerima perikatan apabila klien belum membayar lunas kewajiban kepada auditor terdahulu.
Praktek yang baik mengharuskan dilakukannya penagihan secara bertahap atas pekerjaan yang diselesaikan untuk periode lebih dari satu bulan. Penagihan harus segera dilakukan begitu termin yang disepakati telah jatuh waktu.
Setiap Kantor Akuntan Publik wajib menerapkan ketentuan mengenai panduan penetapan imbalan jasa (fee) audit sebagaimana diatur dalam Lampiran 1 Surat Keputusan ini.
Kebijakan penentuan fee audit oleh Kantor Akuntan Publik menjadi salah satu aspek dalam hal dilakukannya review mutu terhadap Kantor Akuntan Publik tersebut.
Demikian beberapa pengaturan penting berdasakan SK Ketua Umum IAPI tersebut. Untuk pengaturan teknis perhitungan fee audit serta ilustrasi penetapan imbalan jasa (fee) audit dapat dilihat pada SK tersebut (Hrd) ***

Audit tahun pertama, bagaimana prosedurnya ?

Prosedur audit apa saja yang harus dilakukan auditor bila laporan keuangan diaudit untuk pertama kalinya atau bila laporan keuangan tahun sebelumnya diaudit oleh auditor independent lain? Jika sekiranya auditor pengganti tidak melakukan prosedur audit apapun untuk menguji kewajaran penyajian laporan keuangan tahun sebelumnya yang tidak diaudit ataupun diaudit oleh auditor lain, apakah ada pengaruhnya terhadap opini auditor tahun berjalan ?
SPAP SA Seksi 323 (PSA No. 56) Perikatan Audit Tahun Pertama – Saldo Awal mengatur dengan cukup jelas mengenai hal ini.
Dalam par. 02 dijelaskan bahwa laporan keuangan tidak hanya menyajikan posisi keuangan dan hasil usaha tahun berjalan, namun juga mencerminkan dampak dari : (a) Transaksi yang dimasukkan dalam saldo yang dibawa ke tahun berikutnya dari tahun-tahun sebelumnya, serta (b) kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam tahun-tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, auditor yang mengaudit laporan keuangan tahun berjalan harus memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk meyakini bahwa :
a. Saldo awal tidak mengandung salah saji yang mempunyai dampak material terhadap laporan keuangan tahun berjalan;
b. Saldo penutup tahun sebelumnya telah dibawa dengan benar ke tahun berjalan atau telah dinyatakan kembali, jika semestinya dilakukan;
c. Kebijakan akuntansi yang semestinya telah diterapkan secara konsisten.
Sifat dan luas bukti audit yang harus diperoleh auditor berkaitan dengan saldo awal laporan keuangan yang akan diaudit tergantung pada : (a) Kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh perusahaan, (b) apakah laporan keuangan tahun sebelumnya telah diaudit, dan jika demikian, apa opini yang diberikan oleh auditor ? (c) sifat akun dan risiko salah saji dalam laporan keuangan tahun berjalan.
Bila laporan keuangan tahun sebelumnya telah diaudit oleh auditor independen lain, auditor tahun berjalan dapat memperoleh keyakinan mengenai saldo awal dengan cara me-review kertas kerja auditor pendahulu. Disamping itu, ia juga harus mempertimbangkan kompetensi dan independensi profesional auditor pendahulu. Jika laporan auditor tahun sebelumnya berisi pendapat selain pendapat wajar tanpa pengecualian, maka auditor tahun berjalan harus memperhatikan bidang yang relevan yang dikecualikan dalam audit tahun berjalan. Misalnya jika auditor sebelumnya melakukan pengecualian atas akun persediaan yang tidak bisa dilakukan penghitungan fisik maka auditor pengganti harus memperhatikan apakah dalam tahun berjalan prosedur tersebut juga tidak bisa diterapkan serta bagaimana pengaruhnya terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan yang akan diauditnya.
Selain me-review kertas kerja auditor pendahulu, auditor pengganti juga harus melakukan komunikasi dengan auditor sebelumnya sesuai dengan pengaturan dalam SA Seksi 315 (PSA No. 16) Komunikasi antara Auditor Pendahulu dengan Auditor Pengganti.
Bagaimana jika sekiranya laporan keuangan tahun sebelumnya tidak diaudit ? Atau jika auditor tidak dapat memperoleh keyakinan memadai dari hasil review atas kertas kerja auditor pendahulu ? Apakah ada prosedur alternatif yang bisa dilakukan ?
Dalam par. 09 SPAP Seksi 323 dijelaskan bahwa jika laporan keuangan tahun sebelumnya tidak diaudit atau jika auditor tidak dapat memperoleh keyakinan dengan me-review kertas kerja auditor pendahulu, ia harus memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk mendukung asersi yang terkandung dalam saldo awal, sepanjang saldo-saldo tersebut berdampak terhadap laporan keuangan tahun berjalan.
Misalnya : untuk memperoleh keyakinan atas saldo awal Piutang, maka auditor bisa melakukan pengiriman konfirmasi ataupun melakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti penerimaan kas dari hasil penagihan piutang tersebut. Demikian juga untuk saldo awal Hutang dapat diyakini kewajarannya dengan memeriksa ke bukti-bukti pembayarannya.
Untuk aktiva tetap, jika sekiranya auditor tahun berjalan tidak bisa memperoleh keyakinan memadai dari hasil review kertas kerja auditor sebelumnya atau jika laporan keuangan tahun sebelumnya tidak di audit, maka harus dilakukan pemeriksaan ke bukti-bukti pendukung perolehan aktiva tetap tahun-tahun sebelumnya, terutama untuk nilai perolehan yang material.
Jika setelah melaksanakan prosedur pemeriksaan yang diperlukan, auditor tidak dapat memperoleh keyakinan memadai serta bukti audit kompeten yang cukup berkenaan dengan saldo awal, maka ia harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau menyatakan tidak memberikan pendapat, karena adanya batasan atas lingkup auditnya.
Jika kebijakan akuntansi tahun berjalan tidak diterapkan secara konsisten dalam hubungannya dengan saldo awal dan jika perubahan tersebut tidak dipertanggungjawabkan dan diungkapkan sebagaimana mestinya serta dampaknya material, maka dalam hal ini auditor harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar seperti yang diatur dalam par. 14 SPAP Seksi 323.
Adapun pengaturan di dalam SPAP SA Seksi 323 ini menurut saya sejalan dengan pengaturan menurut International Standard on Auditing (ISA) 510 Initial Audit Engagement – Opening Balances